A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Kadin Minta Iklan Rokok Tetap Diakomodasi dalam Revisi UU Penyiaran - Ntvnews.id

Kadin Minta Iklan Rokok Tetap Diakomodasi dalam Revisi UU Penyiaran

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Jul 2025, 19:20
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Chris Taufik. Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Chris Taufik. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Chris Taufik, mengusulkan agar lembaga penyiaran tetap diberikan ruang untuk menayangkan iklan rokok dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran).

Ia menilai iklan rokok masih berperan penting sebagai sumber pendapatan bagi media penyiaran konvensional.

"Sehingga kalau dimungkinkan dan kelihatannya memang seharusnya bisa diberi ruang untuk itu tetap diperbolehkan hanya mungkin dengan pembatasan jam tayang seperti yang sudah berlaku sekarang. Sekarang kan boleh tapi jam-nya malam," kata Chris Taufik dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juli 2025.

Chris juga mengkritik ketentuan dalam undang-undang penyiaran yang mengharuskan televisi swasta untuk menayangkan iklan layanan masyarakat. Ia menilai kewajiban tersebut tidak sebanding dengan kebutuhan riil di lapangan.

"Beberapa teman dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyampaikan di dalam undang-undang sekarang ada kewajiban untuk menjalankan iklan layanan masyarakat, yang menjadi masalah adalah sangat kecil sekali iklan layanan masyarakat ini," ujarnya.

Kewajiban tersebut, lanjutnya, kerap membuat lembaga penyiaran televisi swasta terpaksa memproduksi sendiri iklan layanan masyarakat demi memenuhi aturan, walaupun konten tersebut sejatinya tidak dibutuhkan.

"Terpaksa membuat iklan layanan masyarakat karena diwajibkan, tapi kebutuhannya sebenarnya tidak ada. Dulu seingat kami dulu (kebijakan) ini diadakan untuk membantu program-program dari pemerintah antara lain, tetapi sekarang program dari pemerintah tidak masuk lewat iklan layanan masyarakat juga," ujarnya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan relevansi aturan siaran lokal dalam UU Penyiaran, khususnya setelah transisi penyiaran dari sistem analog ke digital. Menurutnya, kebijakan tersebut kini telah kehilangan urgensinya.

"Setelah ada analog switch-off (ASO) itu banyak sekali muncul TV-TV lokal yang menyiarkan siaran-siaran lokal sehingga adanya kewajiban siaran lokal itu juga dipandang sudah tidak relevan," katanya.

Chris juga mendorong adanya pelonggaran terhadap batas maksimal penayangan iklan oleh lembaga penyiaran. Ia mengusulkan agar porsi iklan bisa ditingkatkan hingga maksimal 30 persen dari total waktu siaran, mengingat kini sebagian besar porsi iklan telah direbut oleh platform digital.

"Ada permintaan seperti untuk menaikkan batas maksimal siaran iklan, dan nanti pada kenyataannya di lapangan itu masyarakat sendiri yang akan menentukan. Suatu siaran yang banyak iklannya nanti lama-lama masyarakat sendiri yang akan memilah. Penontonnya akan berkurang sendiri. Jadi itu harapannya," tuturnya.

Dalam RDPU tersebut, Komisi I DPR RI juga mengundang perwakilan dari Sahabat Peradaban Bangsa (SPB) serta Asosiasi Konten Kreator Seluruh Indonesia (AKKSI) untuk memberikan masukan terhadap RUU Penyiaran.

(Sumber: Antara)

x|close