Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah mengambil tindakan tegas terhadap sejumlah perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sejauh ini, sebanyak 10 perusahaan telah disegel dan sedang dalam proses penyelidikan, sementara dua perusahaan lainnya telah menerima sanksi administratif.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan dalam pernyataannya yang dikonfirmasi di Jakarta pada Senin, 11 Agustus 2025bahwa proses hukum tengah berjalan terhadap 10 entitas korporasi, di samping dua lainnya yang telah dijatuhi sanksi.
"Sementara itu terdapat delapan pihak non-korporasi juga menjalani proses serupa dan satu pihak non-korporasi telah memasuki tahap penyidikan di Tahura Sultan Syarif Hasyim Riau," jelas Dwi.
Penyegelan dilakukan di sejumlah wilayah, termasuk di Kalimantan Barat terhadap enam perusahaan yang berinisial FWL, CMI, DAS, HKI, MTI, dan UKIJ. Di Riau, tiga perusahaan lainnya, DRT, RUJ, dan SAU, juga dikenakan tindakan serupa. Sementara itu, penyegelan tambahan dilakukan di Jambi terhadap SH, di Sumatera Selatan terhadap lahan milik korporasi PML, serta di Bangka Belitung untuk perusahaan BRS.
Berdasarkan data dari Gakkum Kemenhut, distribusi kasus per provinsi menunjukkan 7 kasus di Kalimantan Barat, 10 di Riau, serta masing-masing satu kasus di Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Sebelum penegakan hukum dilakukan, Kemenhut telah melaksanakan 1.689 operasi pemadaman di lapangan. Kegiatan ini melibatkan tim Manggala Agni bersama unsur TNI/Polri, BNPB/BPD, pemerintah daerah, dan partisipasi masyarakat setempat.
Menurut Dwi, jumlah operasi tersebut mencerminkan cakupan luas dari langkah-langkah yang telah diambil untuk mengendalikan karhutla. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberi ruang gerak kepada pelaku pembakaran hutan di manapun.
Ia juga menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada toleransi bagi pihak yang terbukti bersalah dalam kasus karhutla.
"Siapapun yang terbukti bersalah akan diproses hukum sesuai peraturan yang berlaku, tanpa pandang bulu," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pendekatan hukum yang keras mengingat dampak karhutla sangat merusak. Selain mengganggu ekosistem dan mengancam keanekaragaman hayati, karhutla juga menyebabkan kerugian ekonomi besar, membahayakan kesehatan masyarakat akibat kabut asap, dan meningkatkan emisi karbon yang berkontribusi pada krisis iklim.
"Oleh karena itu kami memandang penegakan hukum yang tegas sebagai langkah mutlak untuk memberikan efek jera, melindungi sumber daya alam, dan memastikan keberlanjutan hutan bagi generasi mendatang," pungkas Dwi Januanto Nugroho.
(Sumber: Antara)