Ntvnews.id, Nepal - Nepal tengah berada dalam salah satu krisis politik dan sosial terbesar. Aksi protes yang awalnya dipicu oleh kebijakan larangan media sosial berkembang menjadi gerakan nasional yang mengguncang struktur politik hingga memakan korban jiwa.
Dari pemuda Gen Z yang memimpin barisan demonstrasi, hingga tragedi tewasnya istri seorang mantan perdana menteri, berikut lima fakta utama terkait kerusuhan yang masih berlangsung di Nepal.
1. Gen Z Pimpin Aksi Protes
Demonstrasi besar ini unik karena didominasi oleh generasi muda, terutama Gen Z. Mereka turun ke jalan bukan hanya karena blokir media sosial, tetapi juga sebagai simbol kekecewaan yang lebih dalam: korupsi, nepotisme, dan stagnasi politik.
Di berbagai kota, ribuan anak muda berkumpul dengan membawa poster dan meneriakkan slogan revolusi. Mereka menggunakan kreativitas khas generasi digital, dari lagu protes hingga tayangan langsung di platform daring setelah larangan media sosial dicabut.
“Kami muak dengan korupsi. Larangan media sosial hanyalah pemicu. Kami ingin masa depan yang lebih adil,” ujar seorang aktivis di Kathmandu kepada Reuters.
Baca Juga: Ini Penyebab Gen Z Nepal Demo Besar-besaran Berujung Kerusuhan Tewaskan 19 Orang
2. Tindakan Represif Aparat
Situasi semakin memanas ketika aparat mencoba membubarkan massa. Polisi menggunakan gas air mata, pentungan, hingga tembakan peringatan, sementara bentrokan pecah di berbagai titik ibu kota. Beberapa gedung pemerintahan, termasuk parlemen dan kantor Mahkamah Agung, menjadi sasaran amuk massa.
“Kami dikerahkan untuk menjaga agar situasi tidak makin kacau, tetapi fokus utama tetap pada keselamatan warga,” kata juru bicara militer Nepal, dikutip AP News.
3. Larangan Media Sosial Dicabut, Tapi Protes Justru Membesar
Salah satu pemicu awal kerusuhan adalah keputusan pemerintah untuk memblokir platform populer seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan X. Kebijakan itu langsung menuai kecaman keras, dianggap membungkam kebebasan berekspresi.
Setelah tekanan publik membesar, pemerintah akhirnya mencabut larangan tersebut. Namun, pencabutan itu tidak membuat massa pulang. Sebaliknya, protes semakin membesar karena publik menilai langkah tersebut hanya upaya panik yang tidak menyentuh akar masalah.
4. Berujung pada Pengunduran Diri PM Oli
Krisis politik mencapai puncaknya ketika Perdana Menteri K.P. Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya. Oli, yang sebelumnya sempat menyatakan tidak mendukung blokir media sosial, akhirnya memilih mundur setelah mendapat tekanan besar dari jalanan dan parlemen.
Menurut laporan Reuters, keputusan itu menandai jatuhnya salah satu “political survivor” Nepal yang selama ini dikenal mampu bertahan dari berbagai krisis. Namun kali ini, besarnya gelombang protes dan korban jiwa yang terus bertambah membuat posisinya tak lagi dapat dipertahankan.
5. Istri Mantan PM Tewas Terbakar
Kerusuhan ini juga menyisakan tragedi pribadi yang mengguncang negeri. Rajyalaxmi Chitrakar, istri mantan Perdana Menteri Jhalanath Khanal, tewas mengenaskan setelah rumah keluarga mereka di kawasan Dallu, Kathmandu, dibakar massa. Rajyalaxmi terjebak di dalam rumah dan tidak sempat diselamatkan.
Media Economic Times melaporkan bahwa insiden itu mengejutkan banyak pihak karena menunjukkan eskalasi protes yang tak hanya menghantam institusi negara, tetapi juga menyeret keluarga elite politik ke dalam pusaran kekerasan.