Ntvnews.id, Jakarta - Kasus pembobolan rekening dormant di bank BUMN kembali mencuat, dengan kerugian mencapai Rp204 miliar. Bareskrim Mabes Polri menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Dari jumlah itu, perhatian publik tertuju pada dua nama: C alias Ken dan Dwi Hartono (DH).
Keduanya bukan sosok asing. Sebelumnya, mereka sudah lebih dulu terjerat perkara serius di Polda Metro Jaya, yakni kasus pembunuhan Kepala Cabang Bank BUMN, Muhammad Ilham Pradipta (37). Pada saat itu, sasaran mereka adalah rekening dormant senilai sekitar Rp70 miliar di cabang bank yang dipimpin Ilham.
Penyelidikan terbaru menegaskan peran sentral Ken dan Dwi Hartono dalam skandal rekening dormant kali ini. Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menegaskan bahwa keduanya bertindak sebagai otak dari kejahatan tersebut.
"C, 41 tahun, sebagai mastermind pemindahan dana tersebut," kata Helfi.
Baca Juga: Sindikat Pembobol Rekening Dormant Mengaku Satgas Perampasan Aset, Rp204 Miliar Digasak
Ken ditangkap di kawasan elite Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, saat polisi mengusut kasus pembunuhan Ilham. Sementara itu, Dwi Hartono selama ini berusaha membangun citra publiknya sebagai pengusaha sekaligus motivator, meski akhirnya terbongkar keterlibatannya dalam jaringan pembobolan rekening dormant.
Modus yang digunakan kelompok ini pun terbilang licik. Mereka menyamar sebagai satgas perampasan aset, seolah-olah menjalankan tugas negara secara rahasia.
"Sejak awal bulan Juni 2025 jaringan sindikat yang mengaku satgas perampasan aset melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satunya bank BNI yang ada di Jabar untuk merencanakan pemindahan dan pada rekening dormant," ujar Helfi, di kantornya di gedung Bareskrim, Jakarta, Kamis, 24 September 2025.
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan korban pada Juli 2025.
"Berkaitan dengan pengungkapan tindak pidana perbankan atau tindak pidana ITE dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujar Kabag Penum Div Humas Polri, Kombes Erdi A. Chaniago.
Dalam konferensi pers di Bareskrim, polisi menghadirkan sembilan tersangka berikut barang bukti berupa tumpukan uang tunai Rp 204 miliar, simbol nyata dari betapa besar skandal ini.