"Masyarakat Indonesia, mereka menyukai sepak bola. Itu olahraga nomor satu mereka. Mereka hanya ingin menjadi lebih baik... mereka ingin sukses dan mereka bangga menunjukkan seperti apa Indonesia dan identitas mereka melalui sepak bola," sambung Gaspar menambahkan.
Tidak Muncul Dadakan
Euforia timnas Indonesia sebenarnya tidak muncul begitu saja. Wajah baru sepak bola Tanah Air telah melewati berbagai bencana dalam satu dekade terakhir ini. Mulai dari pembekuan yang dilakukan oleh FIFA terhadap federasi PSSI pada tahun 2015 sempat membuat sepak bola Indonesia mati suri dan timnas melewatkan kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019.
Pada tahun 2020, PSSI akhirnya mendatangkan pelatih asal Korea Selatan Shin Tae-Yong. Dia merupakan 'dalang' kekalahan timnas Jerman atas timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018.
Di awal masa baktinya, STY mengalami momen yang buruk karena dia dengan cepat berupaya merombak perwajahan timnas Indonesia. Hasilnya tentu tidak bisa langsung terlihat. Performa timnas Indonesia tidak banyak berubah hingga menimbulkan desakan bagi STY untuk out.
Menurut laporan ESPN, ada dua strategi STY dalam membangun timnas Indonesia. Pertama adalah dengan memasukkan sebanyak mungkin permainan ke dalam tim inti. Mereka diberi banyak jam terbang tak hanya di timnas senior, tapi juga di kelompok umur U-23.
Artinya nama-nama seperti Pratama Arhan yang baru berusia 22 tahun sudah memiliki 47 caps bersama Indonesia. Sementara itu, Witan Sulaeman yang berumur sama sudah mencetak 45 gol.