Co-firing menjadi pilihan yang lebih cepat dan efisien dibandingkan membangun pembangkit listrik baru berbasis energi terbarukan, karena cukup dengan modifikasi pada PLTU yang sudah ada.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyebutkan bahwa co-firing adalah “terobosan dalam transisi energi di Tanah Air, dengan manfaat yang luas tidak hanya dalam aspek pengurangan emisi, tetapi juga dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.”
Ia menegaskan bahwa inovasi ini akan membawa manfaat ganda, mulai dari penurunan emisi karbon hingga kontribusi terhadap ekonomi kerakyatan melalui pengembangan biomassa di tingkat lokal.
Pada tahun 2023 menjadi tahun yang penuh prestasi bagi PLN dalam menjalankan program co-firing. Dibandingkan tahun 2022, PLN berhasil meningkatkan kapasitas produksi energi bersih dari 575 gigawatt hour (GWh) menjadi 1,04 TWh, atau naik sebesar 77%.
Pengurangan emisi karbon pun turut meningkat, mencapai angka tambahan sebesar 450 ribu ton CO2 dibandingkan tahun sebelumnya. PLN menggunakan sekitar 1 juta ton biomassa pada 43 PLTU di seluruh Indonesia, angka yang melonjak drastis dari 585 ribu ton pada 2022.
Pada akhir tahun, PLN bahkan sukses mengoperasikan PLTU Sintang di Kalimantan Barat secara hybrid, dengan 100% biomassa selama 15 hari dalam satu bulan. Pencapaian ini merupakan yang pertama di Indonesia, sekaligus menjadi bukti bahwa teknologi co-firing memiliki potensi besar dalam mewujudkan masa depan energi yang lebih hijau.
“Penggunaan biomassa secara penuh di PLTU Sintang adalah langkah nyata komitmen PLN dalam menciptakan energi bersih. Kami berharap ini bisa menjadi inspirasi untuk PLTU lainnya di seluruh negeri,” ujar Darmawan.