Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Transmigrasi berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih antara lokasi transmigrasi dengan kawasan hutan.
Untuk itu, Kementerian Transmigrasi menghadirkan program Trans Tuntas sebagai langkah konkret dalam penyelesaiannya lahan tersebut.
“Saya sampaikan bahwa sejak 12 Desember 1950 hingga Desember 2024, Kementerian Transmigrasi telah mengelola sekitar 3,1 juta hektare Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi," ucap Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanagara, Selasa 1 Juli 2025.
"Dari total itu, masih ada sekitar 129.553 bidang tanah yang belum bersertifikat, dan sekitar 13,63 persen atau 17.655 bidang di antaranya masih di dalam kawasan hutan,” sambungnya.
Baca juga: DPR Bakal Kaji Putusan MK Soal Pemilu Berbeda Waktu
Program Trans Tuntas hadir sebagai solusi terhadap semakin kompleksnya masalah lahan transmigrasi, progran inimenuntaskan permasalahan lahan secara cepat dan responsif terhadap laporan masyarakat.
“Inilah yang ingin kami sampaikan kepada seluruh masyarakat transmigran yang saat ini kesulitan mendapatkan sertifikat hak milik karena masih berada di kawasan hutan. Kami akan sediakan fasilitas aplikasi atau website untuk laporan pengaduan ke Kementerian Transmigrasi sehingga kami akan segera tindaklanjuti,” ujar Menteri Iftititah.
Persoalan tumpang tindih lahan, menurut Menteri iftitah terjadi dua utama, pertama yaitu lahan yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama transmigran, namun beberapa tahun kemudian terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan yang menetapkan lokasi tersebut sebagai kawasan hutan.
Salah satu contohnya terjadi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Kelakar Trump Sebut Elon Musk Bakal Pulang ke Afrika Selatan
Kasus kedua adalah lahan yang awalnya berstatus kawasan hutan, namun telah memperoleh izin pelepasan.
Meskipun demikian, proses pelepasan tersebut belum sepenuhnya selesai, sehingga status lahannya belum dinyatakan tuntas. Contonya di Natuna, Riau.
Untuk menanggapi persoalan tersebut Komisi V DPR RI kemarin, meminta pemerintah agar seluruh kawasan hutan yang berada di kawasan transmigrasi harus dilepaskan status kawasan hutannya.
Kementerian Transmigrasi telah berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan akan bahu-membahu membantu membantu masyarakat transmigran yang kesulitan untuk mendapatkan SHM karena berada di kawasan hutan.
Baca juga: Kronologi Kebakaran RS Hermina Jatinegara
Selain itu, Komisi V DPR RI juga meminta Kementerian Transmigrasi menyusun regulasi serta petunjuk teknis yang lebih spesifik mengenai mekanisme penyediaan tanah permukiman transmigrasi sebagai bagian dari pembangunan untuk kepentingan umum.
Koordinasi lintas sektor pun ditekankan, termasuk dengan pemerintah daerah dan masyarakat adat guna menyelaraskan data, kebijakan, serta mempercepat legalisasi hak atas tanah.
“Persoalan lahan ini menjadi prioritas utama kami. Selain kawasan hutan, banyak lahan transmigrasi yang tumpang tindih dengan HGU maupun dikuasai kelompok lain. Ini adalah aspirasi yang kami dengar dari berbagai wilayah, dan menjadi amanat langsung dari Presiden Prabowo,” ujar Iftitah.
Selain mengatasi permasalahan lahan, Kementerian Transmigrasi juga berkomitmen mengembangkan potensi sumber daya alam di kawasan transmigrasi.
Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui program unggulan Trans Patriot, yang saat ini tengah mempersiapkan Tim Ekspedisi Patriot.
Baca juga: 75 Orang Selamat dari Kebakaran RS Hermina Jatinegara
“Tim ini terdiri dari 2.000 personel dari kampus-kampus terbaik di Indonesia dan akan diberangkatkan pada Agustus 2025. Mereka akan meneliti potensi yang ada di kawasan transmigrasi. Kami juga berencana mengundang peneliti dari luar negeri,” ungkapnya.
Ke depan, Sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo agar kawasan transmigrasi dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi sehingga mampu menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.