Dia menyebutkan, pada praktiknya MK kerap berbenturan dengan kekuasaan yang sedikit banyak tidak mengikuti putusan dari MK.
"Sekarang seperti pengalaman dalam praktiknya ternyata MK sering berbenturan dengan kekuasaan yang menghendaki dirinya sedikit banyak tidak mengikuti apa yang diputuskan, dan demokratisasi yang diinginkan dalam reformasi yang lalu. Jadi ketika satu negara menyatakan diri berada di jalur demokrasi, itu sebenarnya proses transisi yang panjang, membutuhkan kesabaran, dan di tengah-tengah ini tentu ada kalanya terdapat godaan-godaan. Maka di dalam proses transisi seperti ini, ada godaan untuk kembali sajalah kepada otoritarian," ucapnya.
"Karena ini nampak lebih efektif, ini lebih mahal, tetapi ketika godaan itu begitu besar, maka nampaknya kekuasaan itu yang akan siap melakukan itu selalu berhadapan dengan Mahkamah Konstitusi," tukas Maruarar Siahaan.