"Bukan," tandas Chudry.
"Karena di dalam Undang-undang nomor 22 itu tidak ada disebut kesalahan. Kalau dikaitkan dengan konteks teori hukum pidana apa yang dimaksud dengan kesalahan. Setiap pidana itu harus ada unsur melawan hukum. Unsur melawan hukum itu haru ada kesalahan," lanjutnya.
"Tetapi undang-undang itu tidak pernah menyebut, menyinggung dalam grasi mengenai kesalahan. Tetapi ini adalah pengertian yang salah terhadap awam bahwa seolah-olah grasi itu adalah pengakuan kesalahan. Padahal itu bukan," tambahnya.
Chudry kembali menekankan alasan PK itu hanya di pasal 263 ayat 2. Tidak ada larangan.
"Yang ada hanya kebolehan bukan larangan. Yang ada di larangan PK itu putusan PK itu tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan yang terakhir diajukan PK. Itu saja. Lainnya engga ada larangan. Kebolehan, kebolehanndan kebolehan," pungkasnya.