Selain itu, Ike juga dipaksa untuk menghadiri pengadilan di saat dirinya mengalami sakit keras. Kliennya sampai mengalami luka-luka akibat paksaan petugas.
"Kemudian di saat persidangan klien kami mengalami sakit keras, namun dipaksa digiring ke pengadilan dengan tangan juga merah-merah. Ini menurut kami kejahatan yang tidak bisa ditolerir, sehingga kamu mendatangi Komnas HAM untuk mendapatkan pembelaan," jelas dia.
Menurut dia, Ike sudah menang sembilan kali berperkara dengan pihak PG terkait pembelian apartemen, namun tetap saja Ike disidang dan ditahan.
Sementara menurut Alya, apa yang dilakukan pihak kepolisian kepada ibunya sangat tidak manusiawi.
"Penangkapannya parah sekali, banyak sekali polisi pada saat itu mama saya dengan badan yang kecil ditindih. Saat itu mama tidak boleh menelepon kuasa hukumnya. Sampai di Polda sudah mengalami lebam-lebam dan tidak dibolehkan visum. Dokter pribadi juga tidak diizinkan memeriksa, mereka menahan dengan alasan mama ingin kabur," ujar Alya seraya terisak.
Alya pun menegaskan, bahwa pihak keluarga tidak pernah ditembuskan surat penahanan. Saat di rutan, Ike juga berada di kamar yang dihuni oleh 20 orang tahanan wanita.
"Mama saya usianya hampir 60 tahun. Di dalam kamar tahanan hanya ada empat matras dibagi dengan sembilan wanita. Mama bilang tidur terlentang saja tidak bisa, kira-kira manusiawi nggak?," kata dia.