Ntvnews.id, Jakarta - Persidangan kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015—2016 yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong diwarnai ketegangan. Tim penasihat hukum Tom Lembong memilih keluar dari ruang sidang atau walk out usai hakim mengizinkan jaksa membacakan keterangan Rini Soemarno tanpa kehadiran langsung mantan Menteri BUMN tersebut.
Keputusan itu diambil setelah Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika memberi lampu hijau kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rini Soemarno. Rini sebelumnya dipanggil untuk bersaksi, namun telah mangkir sebanyak empat kali dari persidangan dengan alasan sedang berada di luar negeri dan menghadiri acara keluarga di Jawa Tengah.
"Kami izin keluar, silakan nikmati keadilan yang kalian miliki," ujar penasihat hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, sebelum meninggalkan ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Ari menyatakan keberatannya terhadap pembacaan keterangan Rini tanpa kehadiran langsung yang bersangkutan di persidangan. Menurutnya, sebuah pernyataan baru bisa dianggap sebagai alat bukti sah jika disampaikan secara langsung di hadapan majelis hakim. Ia juga menyinggung kemungkinan adanya perubahan pernyataan bila saksi hadir dan memberi kesaksian secara langsung.
“Apalagi, jika belajar dari pengalaman selama proses persidangan, terdapat kemungkinan berbagai perubahan keterangan di dalam persidangan,” tambahnya.
Sementara itu, Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika menjelaskan bahwa pembacaan BAP diperlukan mengingat ketidakhadiran Rini yang berulang. "Kami perlu mendengar juga keterangan saksi Rini sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tentunya nanti penilaian kami terhadap keterangan saksi Rini yang dibacakan ini akan lain dengan saksi yang langsung dihadirkan di persidangan," ucapnya.
Meskipun tim kuasa hukum memilih keluar dari ruang sidang, proses persidangan tetap berjalan. Jaksa melanjutkan dengan membacakan keterangan Rini Soemarno, yang kemudian diikuti dengan pemeriksaan ahli.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa menyebabkan kerugian negara hingga Rp578,1 miliar saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015—2016. Jaksa menuduhnya menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah kepada sepuluh perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat impor tersebut diberikan untuk pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong disebut mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan itu merupakan perusahaan gula rafinasi yang secara hukum tidak berwenang melakukan pengolahan tersebut.
Selain itu, ia juga diduga tidak melibatkan perusahaan BUMN untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gula, melainkan menunjuk koperasi seperti Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas dakwaan tersebut, Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.