Pasca Insiden Juliana, Menko Yusri Imbau Semua Pihak Jaga Hubungan Baik Indonesia-Brasil

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 5 Jul 2025, 12:15
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Ramses Manurung
Editor
Bagikan
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1/2025). Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1/2025). (ANTARA (Livia Kristianti))

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, mengimbau seluruh pihak untuk tetap menjaga hubungan diplomatik antara Indonesia dan Brasil terkait peristiwa meninggalnya warga negara Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, Kamis, 26 Juni 2025.

Ia menekankan pentingnya menjaga relasi bilateral terutama karena Presiden RI, Prabowo Subianto, tengah mengikuti forum pertemuan negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) di Brasil, yang merupakan blok ekonomi besar berpengaruh dalam skala global.

"Hubungan baik serta kerja sama bilateral antara Indonesia dan Brasil harus tetap dijaga dan tidak boleh terganggu dengan insiden kematian Juliana Marins ini," ujar Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.

Baca Juga: Jenazah Juliana Marins Siap Diautopsi Ulang di Brasil

Yusril menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar serta turut berduka atas peristiwa meninggalnya Juliana yang jatuh ke jurang sedalam 600 meter di kawasan tebing Gunung Rinjani.

Menurutnya, peristiwa tersebut dikategorikan sebagai kecelakaan yang bisa menimpa siapa pun yang melakukan aktivitas pendakian, terlebih mengingat medan Gunung Rinjani yang menantang ditambah cuaca ekstrem saat kejadian.

Pemerintah Indonesia, lanjutnya, telah memberikan penjelasan secara terbuka terkait kejadian tersebut, termasuk proses evakuasi dan pelaksanaan autopsi yang dilakukan di rumah sakit di Denpasar, Bali.

Yusril mengakui bahwa proses evakuasi memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan karena kondisi geografis dan cuaca tidak memungkinkan penggunaan helikopter, meskipun hal itu diinginkan oleh pihak keluarga korban.

Ia menjelaskan bahwa karakteristik tebing dan hutan tropis di Rinjani sangat berbeda dengan medan bersalju seperti di Pegunungan Himalaya, sehingga metode evakuasi hanya bisa dilakukan secara manual dan vertikal oleh Tim SAR serta para relawan, yang menyebabkan prosesnya menjadi lebih lambat.

Baca Juga: Pemerintah Brasil Ancam Bawa Kematian Juliana di Rinjani ke Jalur Hukum

Yusril menjabarkan bahwa berdasarkan hasil autopsi, Juliana diperkirakan meninggal dunia sekitar 15 hingga 30 menit setelah tubuhnya terbanting ke bebatuan akibat jatuh dari ketinggian, dengan luka berat seperti kerusakan organ dan patah tulang parah.

Disebutkan bahwa pihak keluarga mempertanyakan waktu antara jatuhnya korban dan kematiannya karena menduga adanya kemungkinan korban masih hidup saat insiden terjadi.

"Secara medis, secepat apa pun pertolongan datang, upaya untuk menyelamatkan nyawa korban dalam insiden jatuh seperti itu hampir mustahil dapat dilakukan," katanya menambahkan.

Menanggapi permintaan keluarga untuk dilakukan autopsi ulang di Brasil guna mengetahui waktu kematian secara lebih pasti, Yusril menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia menghormati dan mempersilakan langkah tersebut.

Ia menambahkan bahwa secara teoritis, jika prosedur forensik dilakukan dengan standar yang sama, maka hasil autopsinya tidak akan jauh berbeda.

Terakhir, Yusril menyampaikan bahwa dirinya telah melakukan koordinasi dengan Menko Polhukam RI Budi Gunawan dan Menteri Luar Negeri RI Sugiono untuk merespons peristiwa ini dengan langkah pasti.

x|close