Terdakwa Kasus Korupsi SPJ Fiktif Ajukan Status Justice Collaborator

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Jul 2025, 20:44
thumbnail-author
Adiansyah
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Gatot Arif Rahmadi (kiri) dan Mohamad Fairza (kanan). Gatot Arif Rahmadi (kiri) dan Mohamad Fairza (kanan). (Antara/ Fakhri Hermansyah)

Ntvnews.id, Jakarta - Gatot Arif Rahmadi, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif, mengambil langkah mengejutkan dengan mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam menuntaskan perkara (justice collaborator/JC).

Usai sidang putusan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025, kuasa hukum Gatot, Misfuryadi Basrie, mengungkapkan bahwa kliennya siap membongkar seluruh skema korupsi yang terjadi di lingkungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada tahun anggaran 2023.

"Gatot juga akan mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)," kata Misfuryadi. 

Misfuryadi menjelaskan bahwa kliennya, yang berperan sebagai penyelenggara acara dari Gerai Production (GR PRO), telah mengalami berbagai bentuk intimidasi, termasuk tekanan verbal yang mengarah pada pemaksaan untuk memberikan keterangan tidak sesuai fakta.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa tidak hanya Gatot yang merasa tertekan, namun keluarganya pun ikut merasakan dampaknya. Mereka diminta memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan, sebuah kondisi yang dianggap sangat mengganggu psikologis mereka.

"Saya tidak bisa mengungkapkan dulu, nanti biar di persidangan saja dibukanya," imbuhnya.

Dalam persidangan, Gatot secara terbuka menyampaikan keinginannya untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama demi menuntaskan kasus ini.

"Saya terintimidasi yang mulia, awalnya saya diminta untuk pasang badan," ujar Gatot.

Gatot Arif Rahmadi bukan satu-satunya terdakwa dalam kasus ini. Ia didakwa bersama-sama dengan Iwan Henry Wardhana, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta periode 2020–2024, serta Mohamad Fairza Maulana, Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan tahun 2024.

Ketiganya diduga membuat bukti pembayaran fiktif kepada pelaku seni maupun sanggar, serta melakukan markup pembayaran honorarium, yang totalnya menyebabkan kerugian negara mencapai Rp36,32 miliar.

Dari praktik haram tersebut, Iwan diduga mengantongi uang sebesar Rp16,2 miliar, Fairza Rp1,44 miliar, dan Gatot sendiri sekitar Rp15,2 miliar.

Ketiga terdakwa terancam pidana, diatur di Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(Sumber: Antara)

x|close