Ntvnews.id, Jakarta - Sejumlah mahasiswa Jakarta Global University (JGU) menuntut transparansi pengelolaan dana Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Pasalnya, diduga ada pungutan liar (pungli) dana KIP-K kepada mahasiswa. Puluhan mahasiswa menggelar aksi demo di depan kampus yang terletak di kawasan Grand Depok City (GDC), Sukmajaya, Depok.
Ada enam tuntutan yang diminta mahasiswa. Yaitu transparansi terkait dana KIP- mulai dari data hingga pengelolaan. Kemudian, sanksi dan tindakan hukum. Ketiga, meminta Rektor JGU yaitu Eddy Yusuf dan seluruh jajaran manajemen untuk mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral atas kegagalan pengawasan.
View this post on Instagram
Keempat, reformasi pengelolaan KIP-K. Kelima, perombakan total manajemen dan terakhir adalah pembentukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) JGU.
“Jadi kita ada beberapa tuntutan yaitu ada pembentukan BEM kembali, terus juga satu lagi ada kejelasan atau transparansi untuk kejelasan hasil audit dari Kemendikti itu kepada pihak kampus. Jadi kami belum mendapatkan kejelasan apakah ada punishment untuk kampus seperti itu, terkait KIP-K,” kata kordinator aksi, Muhammad Ezar Ramadhan, Senin (21/7/2025).
Sejumlah mahasiswa Jakarta Global University (JGU) menuntut transparansi pengelolaan dana Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Pasalnya, diduga ada pungutan liar (pungli) dana KIP-K kepada mahasiswa. Puluhan mahasiswa menggelar aksi demo di depan kampus yang terletak di kawasan Grand Depok City (GDC), Sukmajaya, Depok. (dok)
Ezar mengatakan, dugaan pungli KIP-K yang terjadi adalah mahasiswa yang mendapat dana hibah tersebut harus menyetorkan sejumlah uang pada oknum kampus. Praktik pungli itu kemudian terbongkar dan dilaporkan ke Kemdiktisaintek.
“Jadi tahapannya itu, uang itu sudah kembali kepada mahasiswa yang penerima KIP dari salah satu oknum yang bermain di dalam kampus ini. Iya, pungli atau pemerasan, dengan embel-embel represif seperti itu,” ujarnya.
Akibat kasus tersebut, Kampus JGU diberikan sanksi oleh Kemdiktisaintek. Yaitu berupa, tidak adanya penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2025 serta tidak diperbolehkan wisuda.
“Yang pertama itu ialah dilarang adanya pendaftaran mahasiswa baru tahun 2025, itu salah satu dari sanksi Dikti. Lalu yang kedua itu, tidak diadakannya wisuda untuk tahun 2025 ini, dan itu juga salah satu sanksi dari Dikti. Jadi tuntutan dari mahasiswa adalah untuk transparansi, untuk semua sanksi yang diberikan Dikti, karena kampus tidak mendapatkan itu semua,” tegasnya.
Ezar menuturkan, Rektor JGU mengetahui adanya dugaan penyelewengan dana tersebut. Namun rektor menutup diri untuk berkomunikasi dengan mahasiswa.
“Iya, pihak kampus sudah mengetahui. Ya seperti itu. Dan dilindungi untuk orang-orangnya. Kebetulan ini kampus bisa dibilang ada dinasti di dalamnya. Tidak pernah (ada komunikasi), jadi kita selalu dibenturkan kepada humas. Jadi humas selalu membuat pembelaan,” katanya.
Mahasiswa pernah menyampaikan aspirasinya pada Bidang Kemahasiswaan JGU, namun tidak ada disampaikan kembali ke rektor. Rektor pun menutup diri berkomunikasi dengan mahasiswa.
“Iya betul. Rektorat itu tidak mau untuk ini dikarenakan tidak ada komunikasi dari kepala kemahasiswaan dan menyampaikan aspirasi kita. Dan itupun jika kita melawan dibilang adalah tindakan untuk berlawan, maka itu kebanyakan mahasiswa itu diintervensi dengan dicabut kuliahnya ataupun di drop out (DO),” pungkasnya.
Pihak kampus sendiri hingga saat ini belum dapat dimintai keterangan. Awak media sudah berusaha menunggu di depan gerbang yang tertutup hingga pukul 11.45 WIB namun tidak ada perwakilan JGU yang datang.