Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar restitusi tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Diketahui, kasus ini bermula saat polisi mendampingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah milik Terbit yang berlokasi di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, pada Rabu, 19 Januari 2022.
Saat penggeledahan, polisi menemukan kerangkeng manusia di belakang rumah Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit mengklaim kerangkeng manusia itu digunakan sebagai fasilitas rehabilitasi dan pembinaan korban penyalahgunaan narkoba.
Padahal Terbit tak punya izin untuk menjalankan kegiatan tersebut. Tempat itu telah beroperasi selama 10 tahun. Belakangan organisasi Migran Care menemukan indikasi perbudakan modern di rumah tersebut. Mereka menyebut bahwa kerangkeng manusia itu hanya kedok untuk perbudakan yang dilakukan Terbit terhadap buruh perkebunan kelapa sawit miliknya.
Migran Care melaporkan dugaan ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Rupanya di kerangkeng itu, para penghuni kerap mendapatkan penganiayaan. Dalam penyidikan yang dilakukan polisi menemukan setidaknya tiga orang yang meninggal dunia akibat dianiaya di kerangkeng tersebut. Terbit dan delapan tersangka lainnya termasuk anaknya, lantas diseret ke pengadilan.