Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan serta perlindungan kepada pelajar perempuan berusia 17 tahun asal Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Kami akan memastikan korban mendapatkan perlindungan dan keadilan. Kami telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Pesisir Selatan dan mendorong pemberian pelayanan yang sesuai kebutuhan korban," kata Arifah dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.
Kasus ini mencuat setelah korban yang masih berstatus pelajar diketahui mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pamannya sendiri, dan bahkan dilaporkan melahirkan di lingkungan sekolah.
"Peristiwa ini sangat memprihatinkan dan tidak dapat ditoleransi. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan mencederai nilai kemanusiaan. Terlebih, terlapor merupakan paman korban yang seharusnya menjadi pelindung, bukan justru pelaku kekerasan," ujar Arifah.
Baca Juga: Eks Kapolres Ngada Divonis 19 Tahun Penjara dalam Kasus Kekerasan Seksual Anak
Pemerintah melalui UPTD PPA Kabupaten Pesisir Selatan telah melakukan asesmen dan pemeriksaan psikologis awal terhadap korban, serta memberikan dukungan bagi korban dan keluarganya. Selain itu, koordinasi juga dilakukan dengan puskesmas setempat untuk memastikan perawatan bagi ibu dan bayi pascamelahirkan.
"Korban melahirkan pada 28 Oktober 2025, kemudian pada 30 Oktober 2025 keluarga korban melaporkan kasus ini ke Kepolisian Resor Painan. Berdasarkan hasil penjangkauan, korban dan bayinya dalam kondisi stabil dan sehat," ucap Arifah.
Arifah memastikan bahwa korban akan mendapatkan pendampingan psikologis jangka panjang, serta jaminan keberlanjutan pendidikan agar tetap dapat menempuh masa depan tanpa beban stigma sosial.
Selain itu, Kementerian PPPA juga melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sumatera Barat untuk memastikan penanganan kasus berjalan menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun pemulihan korban.
"Pelaku sudah ditahan oleh kepolisian dan sudah dilakukan berita acara pemeriksaan kepada korban dan keluarganya dengan didampingi oleh UPTD PPA Kabupaten Pesisir Selatan," tuturnya.
Baca Juga: Menteri Arifah Kecam Tindak Kekerasan Seksual Anak oleh Oknum Brimob di Ambon
Dalam proses hukum, UPTD PPA Kabupaten Pesisir Selatan juga bekerja sama dengan Kepolisian Resor Painan untuk menindaklanjuti kasus ini. Berdasarkan ketentuan hukum, terlapor dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
"Mengingat terlapor memiliki hubungan keluarga dengan korban, maka dapat dikenai pemberatan hukuman hingga sepertiga dari ancaman pidana pokok. Di samping itu, Pasal 6 huruf (b) UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga mengatur ancaman pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp300 juta bagi pelaku yang menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum," paparnya.
Menteri Arifah menegaskan, korban berhak memperoleh restitusi dan layanan pemulihan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU TPKS. Ia menolak keras penyelesaian kasus kekerasan seksual melalui jalur non-yudisial.
Ia menegaskan, penyelesaian di luar pengadilan atau restorative justice berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan trauma berulang bagi korban.
Arifah juga mengimbau masyarakat untuk berani melapor apabila mengetahui adanya tindak kekerasan.
"Arifah mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, penyedia layanan berbasis masyarakat, dan kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak," tutupnya.
(Sumber: Antara)
Siswa bersama anggota komunitas Aku Temanmu menunjukkan poster saat kampanye edukasi cegah kekerasan seksual di SD Negeri Kasemen, Kota Serang, Banten, Rabu, 5 November 2025. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada siswa guna meningkatkan kesadaran tentang upaya pencegahan dan bahaya kekerasan seksual sejak dini. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/tom. (Antara)