Regulasi Diperketat, Billboard dan Baliho Terancam Sepi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Jun 2025, 18:57
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi billboard atau papan iklan. Ilustrasi billboard atau papan iklan. (Pixabay)

Ntvnews.id, Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri periklanan, khususnya mereka yang bergerak di sektor iklan luar ruang seperti billboard dan baliho.

Aturan baru ini melarang penayangan iklan rokok di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, yang dinilai akan semakin menekan industri yang sejak lama mengalami perlambatan.

Sekretaris Umum Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Janoe Arijanto, mengatakan bahwa kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada penghasilan pelaku usaha periklanan.

“Kawan-kawan yang bergerak di iklan luar ruang seperti billboard dan baliho, secara langsung merasakan dampaknya,” ujar Janoe dalam keterangannya, Selasa, 3 Juni 2025.

Selama ini, belanja iklan dari perusahaan rokok menjadi salah satu pilar utama bagi industri periklanan. Meski kontribusinya telah menyusut dalam satu dekade terakhir akibat regulasi yang semakin ketat, produk rokok masih termasuk dalam daftar sepuluh besar pengiklan terbesar. Maka dari itu, pembatasan lebih lanjut justru dianggap mengancam keberlangsungan sektor ini.

Baca Juga: PCO: 5 Stimulus untuk 10 Juta Orang, Diharapkan Perputaran Ekonomi Lebih Kuat

Janoe menjelaskan bahwa perluasan area larangan hingga radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak semakin menyulitkan.

“Peraturan tentang radius 500 meter dari satuan pendidikan misalnya, menyumbang peranan besar menurunnya jumlah titik billboard yang bisa digunakan untuk iklan rokok,” jelas Janoe yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).

Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Janoe, adalah definisi “satuan pendidikan” dalam regulasi yang dianggap terlalu kabur. Hal ini menciptakan ketidakjelasan di lapangan dan berisiko memperluas area larangan hingga mencakup hampir seluruh wilayah kota.

“Definisi soal ‘satuan pendidikan’ dalam aturan ini masih sangat kabur, dan itu menimbulkan ketidakpastian teknis di lapangan. Kalau semua jenis lembaga pendidikan dihitung, termasuk tempat kursus dan bimbingan belajar, maka radius 500 meter itu bisa membuat hampir seluruh area jadi zona larangan. Artinya, ruang untuk memasang billboard nyaris tidak ada,” tegasnya.

Baca Juga: PCO Sebut Indonesia Masih Tumbuh Stabil Meski Dihantam Ketidakpastian Global

Janoe juga menggarisbawahi bahwa industri periklanan selama ini sudah memiliki mekanisme pengendalian sendiri melalui Etika Pariwara, yang telah menjadi acuan utama dalam menjalankan praktik periklanan yang bertanggung jawab.

“Pedoman ini mengatur praktik periklanan secara etis, termasuk pembatasan jam tayang, larangan penggunaan model anak-anak, serta larangan menampilkan adegan merokok,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa ketentuan tersebut sudah dijalankan bertahun-tahun.

Melihat potensi dampak ekonomi yang serius, Janoe mendorong agar pemerintah melibatkan pelaku industri dalam proses perumusan kebijakan di masa mendatang.

“Dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya berpihak pada aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan,” pungkasnya.

x|close