"Selama ini pun, meskipun ketika saya masih menjabat Ketua Umum PBB, pandangan-pandangan saya mengenai soal konstitusi, hukum dan demokrasi adalah pandangan profesional akademisi, tidak mencerminkan pandangan partisan. Apalagi ketika saya berada di luar partai, profesionalitasnya tentu akan lebih mengedepan," sambungnya.
Terkait kabar bahwa mundurnya ia karena akan menduduki posisi jaksa agung di pemerintahan selanjutnya, Yusril membantah. Yusril pun menjelaskan alasannya. "Saya tidak memenuhi syarat jadi Jaksa Agung," ucap Yusril.
Sementara, Sekjen PBB Afriansyah Noor mengisahkan keputusan Yusril mundur dari PBB sempat memantik gejolak di internal. Sempat ada perdebatan mengenai mekanisme pemilihan penjabat (Pj) ketum apakah akan dilakukan dengan aklamasi atau pemilihan suara (voting).
"Oleh karena itu, ketika mundur harus menunjuk Pj ketua umum yang akan menyiapkan pelaksanaan Muktamar atau transisi. Jadi pelaksanaannya itu ketika beliau mengatakan mundur itu kita mendadak, saya pribadi, 'Waduh, ini gimana'. Akhirnya kita lihat AD/ART, bagaimana prosedurnya. Jadi bisa aklamasi, tapi kalau tidak suara sama itu bisa voting," ujar Afriansyah.
"Ketika dia minta aklamasi menunjuk ketua mahkamah partai, Pak Fahri Bachmid, teman-teman pendukung saya tidak mau, mereka ingin sudahlah kita pemilihan saja kan 49 orang, nggak lama. Dalam hal menentukan aklamasi dan voting ini berdebat kencanglah, seru. Akhirnya saya bilang ke Bang Yusril, 'Bang, voting aja. Jadi siapa pun yang terpilih kita mendukung. Kalau aklamasi kan kesannya memaksakan kehendak'. Akhirnya Bang Yusril setuju. Saya bilang ketika saya kalah saya akan mendukung keputusan hasil voting," imbuhnya.
Usai voting, Fahri Bachmid akhirnya terpilih menjadi Penjabat Ketum PBB. Fahri Bachmid mendapat dukungan 29 suara, sementara Afriansyah Noor memperoleh dukungan 20 suara.