Asep kemudian menjelaskan bahwa kasus ini bermula sekitar tahun 2016, ketika Roberto mengalihkan kepengurusan PT Prakarsa Nusa Bakti kepada Benny Saputra Lumban Gaol. Namun, meskipun kepengurusan sudah dialihkan, Roberto tetap mengelola kegiatan bisnis PT Prakarsa Nusa Bakti.
Baca Juga : KPK Buka Suara soal Pemeriksaan Ahok Terkait Kasus Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina
Pada akhir 2016, Roberto, yang masih tercatat sebagai pemilik PT Prakarsa Nusa Bakti, berencana untuk membuka bisnis data center dan meminta bantuan Imran serta Afrian Jafar untuk mencari perusahaan yang dapat menyediakan pembiayaan bagi rencana tersebut.
Pada Januari 2017, Imran dan Afrian Jafar mengunjungi kantor PT Sigma Cipta Caraka dan bertemu dengan beberapa pejabat perusahaan, di antaranya Bakhtiar Rosyidi, (alm) Rusli Kamin selaku Staf Ahli Finance, serta VP Sales Taufik Hidayat dan Manager Sales Sandy Suherry.
"Pertemuan tersebut membahas penawaran RPLG melalui IM dan AJ agar PT Sigma Cipta Caraka dapat memberikan pendanaan kepada PT Prakarsa Nusa Bakti terkait rencana pengadaan data center," kata Asep.
Dalam proses tersebut, Bakhtiar menyetujui penawaran dari PT Prakarsa Nusa Bakti tanpa mendapatkan persetujuan dari direksi PT Sigma Cipta Caraka lainnya dan tanpa melakukan analisis risiko yang memadai.
Ia juga meminta Sandy Suherry untuk berkomunikasi dengan Afrian, yang merupakan perwakilan PT Prakarsa Nusa Bakti, guna menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk rencana pengadaan.