"Bagi saya, satu, jangan buru-buru menyatakan bahwa kasus ini bukan akibat penganiayaan oleh polisi. Tidak ada yang menuduh kok. Orang kan engga berani nuduh bahwa ini pasti polisi pelakunya," lanjutnya.
"Tapi dibuktikan meninggalnya gara-ara apa? Jam berapa dia meninggal? Apakah sebelum jatuh dia sudah meninggal? Kan ini harus pakai keterangan dokter dan sebagainya. Jadi
sekali lagi ekstra hati-hati untuk bisa mengungkap peristiwa apa yang sebenarnya terjadi," imbuhnya.
Ditanyakan ada apa dengan kepolisian sehingga terkesan tidak responsif dalam kasus Vina dan Afif. Seolah harus viral dulu baru diusut. No viral no justice.
Menurut Oegroseno dengan perkembangan teknologi informasi komunikasi seperti sekarang ini, tidak ada yang bisa lari dari jejak digital. Tak hanya soal hukum, melainkan soal politik, ekonomi dan sosial semua terekam dalam jejak digital.
Karena itu, kata Oegroseno, ke depan kalau bisa setiap polisi dilengkapi dengan alat perekam.
"Jadi kembali lagi basic untuk melaksanakan tugas itu dari dulu sampai sekarang enggak berubah. Pasti kumpul dulu. Bisa di ruangan bisa di lapangan diarahkan oleh pimpinannya. Jadi tidak asal berangkat tugas seperti itu. Saya mau patroli jalan-jalan mau sekalian makan. Engga adaada aturan seperti itu," beber Oegroseno.
Bahkan di era kepemimpinan Kapolri Anton Sudjarwo tahun 80-an, ungkap Oegroseno, aturan soal makan bagi personel kepolisian sangat ketat. Personel polisi dilarang makan di dalam kendaraan dinas dan tidak boleh dilihat masyarakat.