Ntvnews.id, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) mengusulkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengatur agar prajurit TNI disidang di peradilan pidana umum. Ini dilakukan ketika anggota TNI itu melakukan kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Tuani Sondang Rejeki Marpaung menjelaskan, KUHAP perlu memisahkan antara pelanggaran militer dan pelanggaran pidana umum. Dengan revisi KUHAP, dia mengusulkan agar pidana umum berwenang mengadili prajurit militer.
"Karena memang kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang di mana pelakunya adalah prajurit TNI itu diproses di peradilan militer," ujar Tuani saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 14 Juli 2025.
Menurutnya, prajurit militer seharusnya diadili di peradilan militer jika melakukan kejahatan perang atau kejahatan terhadap keamanan negara. Sementara, untuk kasus KDRT hingga kekerasan seksual, prajurit perlu diproses dengan peradilan umum.
Ia memandang, sejauh ini pasal-pasal yang digunakan oleh peradilan militer ketika memproses prajurit yang melakukan pelanggaran kekerasan tersebut hanya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara, kata dia, saat ini sudah ada Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang bisa dipedomani.
"Dan kami melihat juga putusan-putusan itu sangat rendah. Perkosaan itu putusannya 9 bulan, 10 bulan, itu adalah pemerkosaan," tuturnya.
Di samping itu, kata dia, pemenuhan hak korban dalam kasus tersebut juga tidak terpenuhi karena peradilan militer yang tak menggunakan UU TPKS, Peraturan Mahkamah Agung, atau Peraturan Kapolri.
"Mereka tidak mengenal itu. Jadi memang itu usulan kami supaya ditambahkan terkait koneksitas terkait peradilan militer dan peradilan umum itu harus dipisahkan," tandasnya.